Jumat, 09 Juni 2017

Makalah Oksigenasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.     Latar Belakang
Perawat dalam menjalankan perannya berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Harahap (2005) mengemukakan bahwa Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah oksigen. Menurut Mubarak dkk  (2008) Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam proses metabolisme sel. Kekurangan oksigen akan berdampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Untuk itu setiap perawat harus paham dengan manifestasi tingkat pemenuhan oksigen pada pasien serta mampu mengatasi berbagai masalah terkait dengan pemenuhan kebutuhan tersebut (Arief Bachtiar et al,2015).
Tubuh kita mempunyai daya pertahanan untuk menjaga agar paru dan saluran napas kita dapat berfungsi dengan baik (Andi Atssam Mappanyukki,2011).  Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional serta kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh (Imelda, 2009).
Oksigen diperlukan sel untuk mengubah glukosa menjadi energi yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti aktivitas fisik, penyerapan makanan, membangun kekebalan tubuh, pemulihan kondisi tubuh, juga penghancuran beberapa racun sisa metabolisme (Nikmawati, 2006). Pemeliharaan oksigenasi jaringan tergantung pada 3 sistem organ yaitu sistem kardiovaskuler, hematologi, dan respirasi. Jika aliran oksigen ke jaringan berkurang, atau jika penggunaan berlebihan di jaringan maka metabolisme akan berubah dari aerobik ke metabolisme anaerobik untuk menyediakan energi yang cukup untuk metabolisme (Sudoyo et al, 2009).
1.2.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka penulisan merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.  Apa Saja Sistem Tubuh yang Berperan Dalam Kebutuhan Oksigenasi?
2.  Bagaimana Proses oksigenasi?
3.  Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi?
4.  Apa saja Gangguan atau masalah kebutuhan oksigenasi?
5.  Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Oksigenasi?
1.3.     Tujuan Penulisan
1.  Untuk memenuhi Tugas Ilmu Dasar Keperawatan IV
2.  Untuk mengetahui Sistem Tubuh yang Berperan Dalam Kebutuhan Oksigenasi
3.  Untuk memahami Proses oksigenasi
4.  Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi
5.  Untuk mengetahui Gangguan atau masalah kebutuhan oksigenasi
6.  Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Oksigenasi
1.4.    Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam menulis makalah ini, yaitu :
1.  Metode Kepustakaan adalah metode pengumpulan data yang digunakan penulis dengan mempergunakan buku atau referensi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas.

2.  Metode Media Informatika adalah metode dengan mencari data melalui situs-situs di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1.     Tinjauan Pustaka
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel
(Wahit Iqbal Mubarak, 2007).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas (Wartonah Tarwanto, 2006).
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh. Keberdaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolism dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas dai atmosfe. Oksigen (O2) untuk kemudian diedarkan keseluruh jaringan tubuh (Andarmoyo,2012).

1.2.     Sistem Tubuh yang Berperan Dalam Kebutuhan Oksigenasi
Musrifatul & Hidayat (2015) berpendapat bahwa Sistem pernapasan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi sistem terdiri atas saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah dan paru-paru.
1.   Saluran pernapasan bagian atas
Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, faing, laring, dan epiglottis. Saluran ini berfungsi dalam menyaring, menghangatkan, dan melembapkan udara yang dihirup.
a.    Hidung
Proses oksigenasi diawali dengan masuknya udara melalui hidung. Pada hidung terdapat naes anterio yang mengandung kelenjar sebaseus dan ditutupi oleh rambut yang kasar. Bagian ini bermuara ke rongga hidung,sebagai bagian hidung lainnya, yang dilapisi oleh selaput lendir dan mengandung pembuluh darah. Udara yang masuk melalui hidung akan disaring oleh rambut yang ada didalam vestibulum (sebagai bagian dari rongga hidung) kemudian udaa tesebut akan dihangatkan dan dilembapkan.
b.    Faring
Faring merupakan pipa berotot yang terletak dari dasar tengkoak sampai dengan esophagus. Berdasakan letaknya, faring dibagi menjadi tiga, yaitu nasofaring, (dibelakang hidung), orofaring (dibelakang mulut), dan laringofaring (dibelakang laring).
c.    Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring. Laring terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligament dan membran dengan dua lamina yang bersambung digaris tengah.
d.    Epiglottis
Epiglottis merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup laring saat proses menelan.
2.   Saluran Pernapasan Bagian Bawah
 Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trakhea, bronkhus, segmen bronchi, dan bronkiolus. Saluran ini berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.
a.    Trakhea
Trakhea (batang tenggorokan) merupakan kelanjutan dari laing sampai kira-kira ketinggian vertebrae toakalis kelima. Trakhea memiliki panjang ± 9 cm dan tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap yang berupa cincin. Trakhea dilapisi oleh selaput lendir dan terdapat epitelium besilia yang bisa mengeluakan debu atau benda asing.
b.    Bronkhus
Bronkhus meupakan kelanjutan dari trakhea yang bercabang menjadi bronkhus kanan dan kiri. Bonkhus bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri. Bronkhus kanan memiliki tiga lobus, yaitu lobus atas, tengah, dan bawah. Sementara bronkhus kiri lebih panjang daripada bagian kanan dengan  dua lobus, yaitu lobus atas dan bawah.  
c.    Bronkiolus
Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkhus.
3.   Paru-Paru
Paru-Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru-paru terletek didalam rongga toraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru-paru terdiri atas dua bagian, yaitu paru-paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung yang berbentuk kerucut beserta pembuluh daahnya. Bagian puncak paru-paru disebut apeks.
Paru-paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura. Pleura tersebut ada dua macam yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Diantara kedua pleura tersebut terdapat cairan pleura yang berisi cairan surfaktan. Keberadaan caian tersebut ditujukan untuk melindungi paru-paru. Paru-paru memiliki jaringan yang bersifat elastis dan berpori. Paru-paru befungsi sebagai tempat pertukaan gas oksigen dan karbondioksida.

1.3.     Proses oksigenasi
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas tiga tahapan, yaitu ventilasi, difusi, dan tansportasi.
1.   Ventilasi
Proses ini merupakan poses kelua dan masuknya oksigen dai atmosfer kedalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh bebeapa factor, antara lain sebagai berikut.
a.    Adanya konsentrasi oksigen diatmosfer. Semakin tingginya suatu tempat, maka tekanan udaranya semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tempat tesebut maka tekanan udaranya semakin tinggi.
b.    Adanya kondisi jalan napas yang baik. Jalan napas tersebut dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom. Sistem saraf tersebut tediri atas sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Tejadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi dapat terjadi vasodilatasi, sedangkan kerja  saraf parasimpatis dapat menyebabkan konstriksi sehingga dapat menyebabkan vasokonstriksi atau proses penyempitan. Adapun baiknya kondisi jalan napas dapat disebabkan pleh adanya peran mukus siliaris sebagai penangkal benda asing yang mengandung interveron dan dapat mengikat virus . Selain itu, baiknya kondisi jalan napas juga dipengaruhi oleh adanya refleks batuk dan muntah.
c.    Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru dalam melaksanakan ekspansi atau kembang kempis. Kemampuan paru-paru untuk mengambang disebut dengan compliance. Sementara recoil adalah kemampuan mengeluarkan CO2 atau kontraksinya paru-paru. Apabila compliance baik, tetapi recoil terganggu, maka gas CO2 tidak dapat keluar secara maksimal. Compliance dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu adanya surfaktan dan adanya sisa udara. Surfaktan pada lapisan alveoli diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli, dan disekresi saat pasien menarik napas. Surfaktan tersebut berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan. Sementara adanya sisa udara menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan toraks.
Pusat pernapasan, yaitu medulla oblongata dan pons, dapat dipengaruhi oleh proses ventilasi. Hal tersebut karena CO2 memiliki kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg dapat dengan baik merangsang pusat pernapasan. Bila PaCO2 ≤ 80 mmHg, maka dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan
2.   Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran antara O2 dari alveoli ke kapiler paru-paru dan CO2 dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.
a.    Luasnya permukaan paru-paru
b.    Tebal membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan. Makin tebal membran, maka proses difusi makin sulit.
c.    Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat terjadi sebagaimana O2 dari alveoli masuk kedalam secara berdifusi kaena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi daipada tekanan O2 dalam darah vena pulmonali. Sementara CO2 dari arteri pulmonali akan berdifusi kedalam alveoli.
d.    Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.
3.   Transportasi
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi,O2 akan berikatan dengan Hb membentuk oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%). Sementara CO2 akan berikatan dengan membentuk karbominohemoglobin (30%), larut dalam plasma (5%) dan sebagai manjadi HCO3 berada dalam darah (65%). Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya sebagai berikut.
a.    Curah jantung, yang dapat dinilai melalui isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung
b.    Kondisi pembuluh darah, latihan, dan aktivitas seperti olahraga, dan lain-lain.

1.4.     Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi
1.   Saraf otonom
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonom dapat mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi. Hal ini dapat terlihat ketika terjadi rangsangan baik oleh simpatis maupun parasimpatis. Ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter (simpatis mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada bronkhodilatasi sedangkan parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengauh pada bronkhokonstriksi) karena terdapat reseptor adrenergik dan reseptor kolinergik pada saluran pernapasan.
2.   Hormonal dan Obat
Semua hormon termasuk derivate katekolamin yang dapat melebarkan saluran pernapasan. Obat yang tergolong parasimpatis dapat melebarkan saluran napas, seperti sulfas Atropin. Ekstrak Belladona dan obat yang menghambat adrenergik tipe beta (khususnya beta 2) dapat mempersempit saluran napas (bronkhokonstriksi), seperti obat yang tergolong beta bloker nonselektif.
3.   Alergi pada saluran napas
Banyak faktor yang menimbulkan keadaan alergi antara lain debu, bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan bersin apabila ada rangsangan didaerah nasal, batuk apabila rangsangannya disaluran napas bagian atas, bronkhokonstriksi terjadi pada asma bronkhiale, dan rhinitis jika rangsangannya terletak di saluran napas bagian bawah.
4.   Faktor perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi karena usia organ didalam tubuh seiring dengan usia perkembangan anak. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia pematur dengan adanya kecenderungan kurang pembentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh menjadi dewasa, kematangan organ terjadi seiring dengan bertambahnya usia.
5.   Faktor lingkungan
Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi, ketinggian, dan suhu. Kondisi-kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan adaptasi.
6.   Faktor perilaku
Perilaku yang dimaksud di antaranya adalah perilaku dalam mengonsumsi makanan (status nutrisi), aktivitas yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigenasi, merokok, dan lain-lain. Perilaku dalam mengonsumsi makanan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigenasi, seperti obesitasnya seseorang yang mempengaruhi proses perkembangan paru-paru. Sementara merokok dapat menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh darah.

1.1.     Gangguan atau masalah kebutuhan oksigenasi
1.   Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen ditingkat sel, sehingga dapat munculkan tanda seperti kulit kebiruan (sianosis). Secara umum, terjadinya hipoksia ini disebabkan oleh menurunnya kadar Hb, menurunnya difusi O2 dari alveoli kedalam darah menurunnya perfusi jaringan, atau gangguan ventilasi yang dapat menurunkan konsentrasi oksigen. Salah satu cara mengatasi hipoksia dengan pemberian Nasal prong. Berdasarkan hasil penelitian setelah pemberian oksigenasi nasal prong selama 30 menit,berada dalam kondisi normal dengan saturasi oksigen 95%-100%. Semakin lama pemberian oksigenasi nasal prong semakin meningkatkan saturasi oksigen (Febriyanti W.Takatelide et al, 2017).
2.   Perubahan pola pernapasan
a.    Takipnea merupakan pernapasan dengan frekuensi lebih dai 24 kali per menit. Proses ini terjadi karena paru-paru dalam keadaan atelektaksis atau terjadi emboli.
b.    Bradipnea merupakan pola pernapasan yang lambat abnormal, yaitu ±10 kali per menit. Pola ini dapat ditemukan dalam keadaan peningkatan tekanan intrakranial yang disertai narkotik atau sedatif.
c.    Hiperventilasi merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme tubuh yang terlampau tinggi dengan pernapasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi peningkatan jumlah oksigen dalam paru-paru. Proses ini ditandai adanya peningkatan denyut nadi, napas pendek, adanya nyeri dada, menurunnya konsentrasi CO2, dan lain-lain. Keadaan demikian dapat disebabkan oleh adanya infeksi, ketidakseimbangan asam basa, atau gangguan psikologis. Pasien dengan hiperventilasi dapat mengalami hipokapnea, yaitu berkurangnya CO2 tubuh di bawah batas normal sehingga rangsangan terhadap pusat pernapasan menurun.
d.    Kussmaul merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.
e.    Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida dengan cukup pada saat ventilasi alveolar, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam penggunaan oksigen. Tidak cukupnya oksigen untuk digunakan ditandai dengan adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi atau ketidakseimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektasis, otot-otot pernapasan lumpuh, depresi pusat pernapasan, peningkatan tahanan jalan udara pernapasan, penurunan tahanan jaringan paru-paru dan toraks, serta penurunan compliance paru-paru dan toraks. Keadaan demikian menyebabkan hiperkapnea, yaitu retensi CO2 dalam tubuh sehingga PaCO2 meningkat (akibat hipoventilasi) dan akhirnya mengakibatkan depresi susunan saraf pusat.
f.     Dispnea merupakan sesak dan berat saat pernapasan. Hal ini disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah atau jaringan, kerja berat atau berlebihan, dan pengaruh psikis.
g.    Ortopnea merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongensif paru-paru.
h.    Cheyne Stokes merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik kemudian menurun dan berhenti, lalu pernapasan dimulai lagi dari siklus baru. Periode apnea berulang secara teratur.
i.      Pernapasan paradoksial merupakan pernapasan yang dinding paru-paru bergerak belawanan arah dari keadaan nomal. Sering ditemukan pada keadaan atelektasis.
j.      Biot merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes, tetapi amplitudonya tidak teratur. Pernapasan ini ditandai dengan periode apnea tidak beraturan, bergantian dengan periode pengambilan empat atau lima napas yang kedalamannya sama. Pola ini sering dijumpai pada pasien dengan radang selaput otak, peningkatan tekanan intrakranial, trauma kepala, dan lain-lain.
k.    Stridor merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran pernapasan. Pada umumnya ditemukan pada kasus spasme trrakhea atau obstruksi laring.
3.   Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernapasan yang mengalami ancaman, terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Hal ini dapat disebabkan oleh secret yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, immobilisasi, statis sekresi, serta batuk tidak efektif karena penyakit persarafan seperti cerebro vascular accident (CVA), akibat efek pengobatan sedatif, dan lain-lain. Tanda klinisnya antara lain sebagai berikut.
a.    Batuk tidak efektif atau tidak ada.
b.    Tidak mampu mengeluarkan secret dijalan napas.
c.    Suara napas menunjukkan adanya sumabatan.
d.    Jumlah, irama, dan kedalamannya pernapasan tidak normal.

4.   Pertukaran gas
Pertukaran gas merupakan suatu kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas, baik oksigen maupun karbondioksida, antara lain alveoli paru-paru dan sistem vaskuler. Hal ini dapat disebabkan oleh sekret yang kental atau immobilisasi akibat penyakit sistem saraf, depresi susunan saraf pusat, atau penyakit radang pada paru-paru. Terjadinya gangguan dalam pertukaran gas ini menunjukkan bahwa penurunan kapasitas difusi dapat menyebabkan pengangkutan O2 dari paru-paru ke jaringan terganggu, anemia dengan segala macam bentuknya, keracunan CO2, dan terganggunya aliran darah. Penurunan kapasitas difusi tersebut antara lain disebabkan oleh menurunnya luas permukaan difusi, menebalnya membran alveolar kapiler, dan rasio ventilasi perfusi yang tidak baik. Tanda klinisnya antara lain sebagai berikut.
a.    Dispnea pada usaha napas.
b.    Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang.
c.    Agitasi.
d.    Lelah,letargi.
e.    Meningkatnya tahanan vaskuler paru-paru.
f.     Menurunnya saturasi oksigen dan meningkatnya PaCO2.
g.    Sianosis.

1.2.     Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Oksigenasi
Menurut Hidayat (2013) Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Oksigenasi sebagai beikut :
1.   Pengkajian Keperawatan
A.  Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigen meliputi ada tidaknya riwayat gangguan pernapasan (gangguan hidung dan tenggorokan), seperti epistaksis (kondisi akibat luka/kecelakaan, penyakit rematik akut, sinusitis akut, hipertensi, gangguan pada sistem peredaran darah, dan kanker), obstruksi nasal (kondisi akibat polip, hipertrofi tulang hidung, tumor, dan influenza), dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernapasan. Pada tahap pengkajian keluhan atau gejala, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan infeksi kronis dari hidung, sakit pada daerah sinus, otitis media, keluhan nyeri pada tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar 38,5oC, sakit kepala, lemas, sakit perut hingga muntah-muntah (pada anak-anak), faring berwarna merah, dan adanya edema.
a.   Pola Batuk dan Produksi Sputum
Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah batuk termasuk batuk kering, keras dan kuat dengan suara mendesing, berat dan berubah-ubah seperti kondisi pasien yang mengalami penyakit kanker. Juga dilakukan pengkajian apakah pasien mengalami sakit pada bagian tenggorokan saat batuk kronis dan produktif serta saat pasien sedang makan, merokok atau saat malam hari. Pengkajian terhadap lingkungan tempat tinggal pasien (apakah berdebu, penuh asap, dan adanya kecenderungan mengakibatkan alergi) perlu dilakukan. Pengkajian sputum dilakukan dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur darah terhadap sputum yang dikeluarkan oleh pasien.
b.   Sakit dada
Pengkajian terhadap sakit dada dilakukan untuk mengetahui bagian yang sakit, luas, intensitas, faktor yang menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada apabila posisi pasien berubah, serta ada atau tidaknya hubungan antara waktu inspirasi dan ekspirasi dengan rasa sakit.
B.  Pengkajian fisik
1.    Inspeksi. Pengkajian ini meliputi sebagai berikut.
a.    Penentuan tipe jalan napas, seperti menilai apakah napas spontan melalui oral, nasal, atau menggunakan selang endotrakeal atau trakeostomi, kemudian menentukan status kondisi seperti kebersihan, ada tidaknya skeet, perdarahan, bengkak, atau obstruksi mekanik.
b.    Penghitungan frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit. Umumnya, wanita bernapas sedikit lebih cepat. Apabila kurang dari sepuluh kali per menit pada orang dewasa, kurang dari 20 kali per menit pada anak-anak, atau kurang dari 30 kali per menit pada bayi, maka disebut sebagai bradipnea atau pernapasan lambat. Gejala ini juga dijumampai pada keracunan obat golongan barbiturat, uremia, koma diabetes, miksedema, dan proses desak ruang intrakranium. Bila lebih dari 20 kali per menit pada orang dewasa, kurang dari 30 kali per menit pada anak-anak, atau kurang dari 50 kali per menit pada bayi, maka disebut sebagai takipnea atau pernapasan cepat.
c.    Pemeriksaan sifat pernapasan, yaitu torakal, abdominal, atau kombinasi keduanya. Pernapasan torakal atau dada adalah untuk menilai sifat pernapasan, seperti mengembang dan mengempisnya rongga toraks sesuia dengan irama inspirasi dan ekspirasi. Pernapasan abdominal atau perut adalah seiramanya inspirasi dengan mengembanganya perut dan ekspirasi dengan mengempisnya perut. Selain itu, mengembang dan mengempisnya paru juga diatur oleh pergerakan diafragma. Sifat pernapasan khususnya pada neonates umumnya adlah abdominal atau torakoabdominal, karena otot intercostal masih lemah.
d.    Pengkajian irama pernapasan, yaitu dengan menelaah masa inspirasi dan ekspirasi. Pada orang dewasa yang sehat, irama pernapasannya teratur dan menjadi cepat jika terjadi pengeluaran tenaga dalam keadaan terangsang atau emosi. Kemudian, yang perlu diperhatikan pada irama pernapasan adalah perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi. Pada keadaan normal, perbandingan antara frekuensi pernapasan dengan frekuensi nadi 1 : 1, sedangkan pada keracunan obat golongan babiturut perbandingannya menjadi 1 : 6. Penyimpanan irama pernapasan, seperti pernapasan kussmaul, dijumpai pada keracunan alkohol, obat bius, koma diabetes, uremia, dan proses desak ruang intrakranium. Pernapasan biot ditemukan pada pasien kerusakan otak. Pernapasan cheyne stokes dapat ditemui pada pasien keracunan obat bius, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal kronis, dan perdarahan pada susunan saraf pusat.
e.    Pengkajian terhadap dalam/dangkalnya pernapasan. Pada pernapasan yang dangkal, dinding toraks tampak hamper tidak bergerak. Gejala ini timbul jika terdapat emfisema atau jika pergerakan dinding toraks menimbulkan rasa sakit dan juga jika pada rongga toraks terjadi proses detak ruang, seperti penimbunan cairan dalam rongga pleura dan pericardium serta konsolidasi yang dangkal dan lambat.
2.    Palpasi. Pemeriksaan ini berguna umtuk mendeteksi kelainan, seperti nyeri tekan yang dapat timbul akibat luka, peradangan setempat, metastatis tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada. Palpasi dilakukan untuk menentukan besa, konsisten, suhu, apakah dapat atau tidak digerakkan dari dasarnya. Melalui palpasi dapat diteliti gerakan dinding toraks pada saat inspirasi dan ekspirasi terjadi. Cara ini juga dapat dilakukan dari belakang dengan meletakkan kedua tangan pada kedua sisi tulang belakang. Jika pada puncak paru terdapat fibrosis, proses tuberculosis, atau suatu tumor, maka tidak akan ditemukan pengembangan bagian atas pada toraks.
Kelainan pada paru, seperti getaran suara atau fremitus vokal, dapat dideteksi bila terdapat getaran sewaktu pemeriksa meletakkan tangannya pada dada pasien ketika ia berbicara. Fremitus vokal yang jelas mengeras dapat disebabkan oleh konsolodasi paru seperti pada pneumonia lobaris, tuberculosis kaseosa pulmonum, tumor paru, atelektasis, atau kolaps paru dengan bronkus yang utuh dan tidak tersumbat, kavitasi yang letaknya dekat permukaan paru. Fremitus vokal menjadi lemah atau hilang sama sekali jika rongga pleura berisi air, darah, nanah, atau udara, bahkan jaringan pleura menjadi tebal, bronkus tersumbat, jaringan paru tidak lagi elastis (emfisema), paru menjadi fibrosis, dan terdapat kaverna dalam paru yang letaknya jauh dari permukaan. Getaran yang terasa oleh tangan pemeriksaan dapat juga ditimbulkan oleh dahak dalam bronkus yang bergetar pada waktu inspirasi dan ekspirasi atau oleh pergeseran antara kedua membrane pleura pada pleuritis.
3.    Perkusi. Pengkajian ini bertujuan untuk menilai normal atau tidaknya suara pekusi paru. Suara perkusi normal adalah suara perkusi sonor, yang bunyinya seperti kata “dug-dug”. Suara perkusi lain yang dianggap tidak normal adalah redup, seperti pada infiltrate, konsolidasi, dan efusi pleura. Pekak, seperti suara yang terdengar bila kita perkusi paha kita, terdapat pada rongga pleura yang terisi oleh cairan nanah, tumor pada permukaan paru, atau fibrosis paru dengan penebalan pleura. Hipersonor, bila udara relative lebih padat, ditemukan pada emfisema, kavitas besar yang letaknya perifer, dan pneumotoraks. Timpani, bunyinya seperti ucapan “dang-dang-dang”. Suara ini menunjukkan bahwa dibawah tempat yang diperkusi terdapat penimbunan udara, seperti pada pneumotoraks dan kavitas dekat permukaan paru.
Batas atas paru dapat ditemukan dengan perkusi pada supraklavikularis kedua sisi. Bila didapatkan suara perkusi yang kurang sonor, maka kita harus menafsirkan bahwa bagian atas paru tidak berfungsi lagi, dan berarti batas paru yang sehat terletak lebih bawah dari biasa. Pada umumnya, hal ini menunjukkan proses tuberkulosis dipuncak paru. Dari belakang, apeks paru dapat diperkusi didaerah otot trapezius antara otot leher dan pergelangan bahu yang akan memperdengarkan seperti sonor. Batas bawah paru dapat ditentukan dengan perkusi, yakni suara sonor pada orang sehat dapat didengar sampai iga keenam garis midaksilaris, iga kedelapan garis midaksilaris, dan iga kesepuluh garis skapularis. Batas bawah paru pada orang tua agak lebih rendah, sedangkan pada anak-anak agak lebih tinggi. Batas bawah meninggi pada proses fibrosis paru, konsolidasi, efusi pleura, dan asites tumor intraabdominal. Turunnya batas bawah paru didapati pada emfisema dan pneumotoraks.
4.    Auskultasi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai adanya suara napas, diantaranya suara napas dasar dan suara napas tambahan. Suara napas dasar adalah suara napas pada orang dengan paru yang sehat, seperti sebagai berikut.
a.    Suara Vesikuler, ketika suara inspirasi lebih keras dan lebih tinggi nadanya. Bunyi napas vesikuler yang disertai ekspirasi memanjang terjadi pada emfisema. Suara vesikuler dapat didengar pada sebagian paru.
b.    Suara bronkial, yaitu suara yang bisa kita dengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi, bunyinya bisa sama atau lebih panjang, antara inspirasi dan ekspirasi terdenga jarak pause (jeda) yang jelas. Suara bronkial terdengar didaerah trakea dekat bronkus, dalam keadaan tidak normal bisa terdengar seluruh daerah paru.
c.    Suara bronkovaskular, yaitu suara yang terdengar antara vesikuler dan bronkial, ketika ekspirasi menjadi lebih panjang, hingga hamper menyamai inspirasi. Suara ini lebih jelas terdengar pada manubrium sterni. Pada keadaan tidak normal juga terdengar pada daerah lain dari paru.
Suara napas tambahan, yaitu suara yang terdengar pada dinding toraks berasal dari kelainan dalam paru, termasuk bronkus, alveoli, dan pleura. Suara napas tambahan seperti suara ronki, yaitu suara yang terjadi dalam bronkus karena penyempitan lumen bronkus. Suara mengi (wheezing) yaitu ronki kering yang tinggi, terputus nadanya, dan panjang, terjadi pada asma. Suara ronki basah, yaitu suara berisik yang terputus akibat aliran udara yang melewati cairan (ronki basah, halus, sedang, atau kasar bergantung pada besarnya bronkus yang terkena dan umumnya terdengar pada inspirasi). Sementara itu, suara krepitasi adalah suara seperti hujan rintik-rintik yang berasal dari bronkus, alveoli, atau kavitasi yang mengandung cairan. Suara ini dapat kita tiru dengan jalan menggeser-geserkan rambut dengan ibu jari dan telunjuk dekat telinga. Krepitasi halus menandakan adanya eksudat dalam alveoli yang membuat alveoli saling berdekatan, misalnya pada stadium dini pneumonia. Krepitasi kasar, terdengar seperti suara yang timbul bila kita meniup dalam air. Suara ini terdengar selama inspirasi dan ekspirasi. Gejala ini dijumpai pada bronkitis.

C.  Pemeriksaan Laboratorium
Selain pemeriksaan laboratorium Hb, leukosit, dan lain-lain yang dilakukan secara rutin, juga dilakukan pemeriksaan sputum guna melihat kuman dengan cara mikroskopis. Uji resistensi dapat dilakukan secara kultur, untuk melihat sel tumor dengan pemeriksaan sitology. Bagi pasien yang menerima pengobatan dalam waktu lama, harus dilakukan pemeriksaan sputum secara periodik.

D.  Pemeriksaan diagnosik
1.   Rontgen Dada. Penapisan yang dapat dilakukan, misalnya untuk melihat lesi paru pada penyakit tuberculosis, mendeteksi adanya tumor, benda asing, pembengkakan paru, penyakit jantung, dan untuk melihat stuktur yang abnormal. Juga penting untuk melengkapi pemeriksaan fisik dengan gejala yang tidak jelas, sehingga dapat menentukan besarnya kelainan, lokasi, dan keadaannya, misalnya kelainan jaringan dan tulang pada dinding toraks, diafragma yang abnormal, kemampuan berkembang diafragma pada waktu respirasi, dan keadaan abnormal posisi jantung. Ukuran jantung dan sekitarnya (daerah mediastinum), trakeobronkial yang abnormal, penebalan pleura, adanya cairan pleura, keadaan abnormal dari ukuran paru, serta distribusi yang abnormal dari arteri dan vena pulmonalis.
2.   Fluoroskopi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme kardiopulmonum, misalnya kerja jantung, diafragma, dan kontraksi paru.
3.   Bronkografi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat secara visual bronkus sampai dengan cabang bronkus pada penyakit gangguan bronkus atau kasus displacement  dari bronkus.
4.   Angiografi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosis tentang keadaan paru, emboli atau tumor paru, aneurisma, emfisema, kelainan konginetal, dan lain-lain.
5.   Endoskopi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melakukan diagnostic dengan cara mengambil sekret untuk pemeriksaan, melihat lokasi kerusakan, biopsi jaringan untuk pemeriksaan sitology, mengetahui adanya tumor, melihat letak terjadinya perdarahan, untuk teraupetik, misalnya mengambil benda asing dan menghilangkan sekret yang menutupi lesi.
6.   Radio Isotop. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai lobus paru, melihat adanya emboli paru. Ventilasi scanning untuk mendeteksi ketidaknormalan ventilasi, misalnya pada emfisema. Scanning gallium untuk mendeteksi peradangan pada paru. Pada keadaan normal, paru hanya menerima sedikit atau sama sekali tidak gallium yang lewat, tetapi gallium sangat banyak terdapat pada infeksi.
7.   Mediastinoskopi. Mediastinoskopi merupakan endoskopi mediastinum untuk melihat penyebaran tumor. Mediastinostomi bertujuan untuk memerika mediastinum bagian depan dan menilai aliran limpa pada paru, biasanya dilakukan pada penyakit saluran pernapasan bagian atas.

2.   Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang kemungkinan terjadi pada masalah kebutuhan oksigenasi , sebagaimana dalam NANDA-Internasional 2012-2014, tersaji pada tabel sebagai berikut.
Diagnosis Keperawatan Yang Kemungkinan Terjadi Pada Masalah Kebutuhan Oksigen
Diagnosis Keperawatan
(Problem/P)
Faktor yang Berhubungan
(Etiologi/E)
Batasan Karakteristik (Data Subjektif/ Objektif/ Symtom/ S)
Ketidakefektifan bersihan jalan napas (00031)
Faktor obstruksi jalan napas, seperti spasme jalan napas, mukus yang berlebihan, adanya eksudat dalam alveoli, sekresi dalam bronki, adanya benda asing.
Faktor lingkungan, seperti mengisap asap, merokok.
Faktor fisiologis, seperti jalan napas alergi, asma, penyakit paru obstruksi kronis, infeksi, disfungsi neuromuscular, dan lain-lain
Adanya suara napas tambahan, perubahan frekuensi napas, irama napas, sianosis, kesulitan mengeluarkan suara, penurunan bunyi napas, dispnea, sputum yang berlebih, batuk tidak efektif, ortopnea, dan gelisah.
Ketidakefektifan pola napas (00032)
Kerusakan neurologis, nyeri, keletihan otot pernapasan, cedera medulla spinalis, hiperventilasi, deformitas dinding dada, ansietas, dan lain-lain.
Dispnea/Ortopnea/Takipnea, fase ekspirasi memanjang, pernapasan cuping hidung, pernapasan bibir, penggunaan otot aksesori untuk bernapas, perubahan kedalaman pernapasan, penurunan ventilasi semenit, penurunan tekanan inspirasi, penurunan tekan ekspirasi, dan lain-lain.
Gangguan pertukaran gas (00030)
Ventilasi perfusi dan perubahan membrane alveolar kapiler.
Dispnea, pH darah arteri abnormal, pH arteri abnormal, kecepatan, irama, dan kedalaman pernapasan yang abnormal, kulit abnormal, konfusi, sianosis, penurunan CO2, diaphoresis, hiperkapnia, hipoksemia, hipoksia, napas cuping hidung, gelisah, somnolen, takikardia.
Ketidakefektifan perfusi jaringan jantung (00200)
Adanya perubahan kontraktilitas, frekuensi jantung, afterload, preload, irama jantung, dan volume sekuncup
Ansietas, gelisah, adanya perubahan Irama atau frekuensi jantung seperti aritmia, palpitasi, bradikardia, takikardia. Adanya perubahan preload yang ditandai dengan penurunan atau peningkatan tekanan vena sentral, keletihan, distensi vena jugular, edema, penurunan atau peningkatan pulmonary artery wedge pressure. Adanya perubahan afterload, seperti kulit lembap, dispnea, penurunan nadi, oliguria, perubahan warna kulit, penurunan atau peningkatan pulmonary vascular resistance atau systemic vascular resistance. Adanya perubahan kontraktilitas, seperti batuk, ortopnea, dispnea paroksismal nocturnal, penurunan indeks jantung, dan lain-lain. 
Gangguan ventilasi spontan (00033)
Keletihan otot pernapasan dan faktor metabolik
Adanya penurunan PO2, SaO2, penurunan volume tidal, dispnea, peningkatan frekuensi jantung, peningkatan PCO2, gelisah, peningkatan laju metabolisme, ketakutan, dan lain-lain

3.   Perencanaan Keperawatan
A.   Tujuan
1.   Mempertahankan jalan napas agar efektif.
2.   Mempertahankan pola pernapasan agar kembali efektif.
3.   Mempertahankan pertukaran gas.
4.   Memperbaiki perfusi jaringan.
B.   Rencana Tindakan
1.   Mempertahankan jalan napas agar efektif.
a.   Awasi perubahan status jalan napas dengan memonitor jumlah, bunyi, atau status kebersihannya.
b.   Berikan humidifier (pelembap).
c.   Lakukan tindakan pembersihan jalan napas dengan fibrasi, clapping, atau postural drainage (jika perlu lakukan suction)
d.   Ajarkan teknik batuk yang efektif dan cara menghindari alergen.
e.   Pertahankan jalan napas agar tetap terbuka dengan memasang jalan napas buatan, seperti oropharyngeal/nasopharyngeal airway, intubasi endotrakea, atau trakeostomi sesuai dengan indikasi.
f.    Kerja sama dengan tim medis dalam memberikan obat bronkodilatasi.

2.   Mempertahankan pola pernapasan agar kembali efektif.
a.   Awasi perubahan status pola pernapasan.
b.   Atur posisi sesuai dengan kebutuhan (semifowler).
c.   Berikan oksigenasi.
d.   Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi yang benar.

3.   Mempertahankan pertukaran gas.
a.   Awasi perubahan status pernapasan.
b.   Atur posisi sesuai dengan kebutuhan (semifowler).
c.   Berikan oksigenasi.
d.   Lakukan suction bila memungkinkan.
e.   Berikan nutrisi tinggi protein dan rendah lemak.
f.    Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi yang benar.
g.   Pertahankan berkembangnya paru dengan memasang ventilasi mekanis, chest tube, dan chest drainage sesuai dengan indikasi.

4.   Memperbaiki perfusi jaringan.
a.   Kaji perubahan tingkat perfusi jaringan (capillary refill time).
b.   Berikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
c.   Pertahankan asupan dan pengeluaran.
d.   Cegah adanya perdarahan.
e.   Hindari terjadinya valsava maneuver seperti mengedan, menahan napas, dan batuk.
f.    Pertahankan perfusi dengan transfuse sesuai dengan indikasi.

4.   Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan
1.   Latihan napas
Latihan napas merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi alveoli atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektaksis, meningkatkan efisiensi batuk, dan dapat mengurangi stress. Salah satu latihan pernapasan untuk pemulihan paru yaitu Deep Breathing Exercises (DBE). DBE merupakan upaya yang dianggap dapat meningkatkan fungsi paru khususnya ventilasi oksigenasi, dan mencegah kegagalan pernapasan berulang serta risiko atelektasis paru post ventilasi mekanik (Priyanto et al,2011).
Prosedur Kerja
a.    Cuci tangan.
b.    Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
c.    Atur posisi (duduk atau tidur telentang).
d.    Anjurkan untuk mulai latihan dengan cara menarik napas dahulu melalui hidung dengan mulai tertutup.
e.    Kemudian anjurkan pasien untuk menahan napas sekitar 1-1,5 detik dan disusul dengan menghembuskan napas melalui bibir dengan bentuk mulut seperti orang meniup.
f.     Catat respons yang terjadi.
g.    Cuci tangan.

2.   Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif merupakan cara melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif untuk membersihkan jalan napas (laring, trakhea, dan bronkiolus) dan sekret atau benda asing.
Prosedur kerja
a.    Cuci tangan.
b.    Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
c.    Atur posisi pasien dengan duduk ditepi tempat tidur dan membungkuk ke depan.
d.    Anjurkan untuk menarik napas, secara pelan dan dalam, dengan menggunakan pernapasan diafragma.
e.    Setelah itu, tahan napas selama ± 2 detik.
f.     Batukkan 2 kali dengan mulut terbuka.
g.    Tarik napas dengan ringan.
h.    Istirahat.
i.      Catat respon yang terjadi.
j.      Cuci tangan.

3.   Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan memberikan oksigen kedalam paru-paru melalui saluran pernapasan dengan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat melalui tiga cara yaitu melalui kanula, napas, dan masker. Pemberian oksigen tersebut bertujuan memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan pasokan oksigen dan mengurangi kerja napas. Pada dasarnya, terapi oksigen digunakan untuk membuat keseimbangan antara pasokan oksigen dan kebutuhan oksigen (Bambang Pujo Semedi & Hardiono, 2012).
Dalam pemberian terapi oksigen, yang harus diperhatikan adalah apakan indikasi dari terapi tersebut. Harahap (2004) menyebutkan bahwa sebelum memberikan oksigen harus melihat indikasinya, seperti pastikan bahwa kadar O2 arteri rendah dari hasil analisis gas darah, adanya peningkatan kerja pernapasan, peningkatan kerja miokard. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa kasus, seperti sianosis, hipovolemi, perdarahan, asidosis, tidak sadar, anemia berat, keracunan CO2 dan selama serta sesudah pembedahan. Selain indikasi tersebut dalam pemberian oksigen juga harus memenuhi persyaratan, seperti adanya tahanan jalan napas yang rendah, tidak ada penumpukan CO2, konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol, dan nyaman untuk pasien.
Pemberian oksigen pada pasien ada dua cara, yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi. Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian sistem aliran rendah ini dapat diberikan pada pasien yang membutuhkan oksigen, namun masih mampu bernapas dengan normal. Pemberian sistem ini dapat melalui kateter nasal, kanula nasal, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantung rebreathing, dan sungkup muka dengan kantung non-rebreathing (Harahap,2004). Dalam pemberian dengan cara sistem tersebut, memiliki dosis yang berbeda begantung pada alat yang dipakai, seperti kateter nasal dapat diberikan dengan aliran 1-6 L/menit dengan konsentrasi 24-44%. Kanula nasal dapat diberikan dengan aliran 1-6 L/menit dengan konsentrasi 24-44%. Sungkup muka sedehana dapat diberikan dengan aliran 5-8 L/menit dengan konsentrasi oksigen 40-60%. Sungkup muka dengan kantong rebreathing dapat diberikan dengan aliran 8-12 L/menit dengan konsentrasi tinggi 60-80%. Sungkup muka dengan kantong non-rebreathing dapat diberikan dengan aliran 8-12 L/menit dengan konsentrasi 99%
Pemberian oksigen dengan cara kedua adalah pemberian oksigen dengan sistem aliran tinggi, yang dapat diberikan melalui sungkup muka ventury dengan aliran 4-14 L/menit dengan konsentrasi 30-55%.

Persiapan Alat dan Bahan
a.    Tabung Oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier.
b.    Nasal kateter, kanula, atau masker.
c.    Vaselin/lubrikan atau pelumas (jelly).
Prosedur kerja
a.    Cuci tangan.
b.    Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
c.    Cek flowmeter dan humidifier.
d.    Hidupkan tabung oksigen.
e.    Atur posisi semifowler atau posisi yang telah disesuaikan dengan kondisi pasien.
f.     Berikan oksigen melalui kanula atau masker.
g.    Apabila menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan telinga, setelah itu beri lubrikan dan masukkan.
h.    Catat pemberian dan lakukan observasi.
i.      Cuci tangan.
a.    penghisap.
b.    Lakukan pengisapan lendir dengan memasukkan kateter pengisap ke dalam kom berisi akuades atau NaCl 0,9% untuk mencegah trauma mukosa.
1.   Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan melakukan postural drainage, clapping, dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan untuk meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas.
Persiapan Alat dan bahan
a.    Pot sputum berisi disifektan.
b.    Kertas tisu.
c.    Dua balok tempat tidur (untuk postural drainage).
d.    Satu bantal (untuk postural drainage).
Prosedur kerja
1.    Postural drainage
a.   Cuci tangan.
b.   Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan.
c.   Miringkan pasien kekiri (untuk membersihkan bagian paru-paru kanan).
d.   Miringkan pasien kekanan (untuk membersihkan bagian paru-paru kiri).
e.   Miringkan pasien kekiri dengan tubuh bagian belakang kanan disokong satu bantal (untuk membersihkan bagian lobus tengah).
f.    Lakukan postural drainage ±10-15 menit.
g.   Observasi tanda vital selama prosedur.
h.   Setelah pelaksanaan postural drainage, dilakukan clapping, vibrating, dan suction.
i.    Lakukan hingga lendir bersih.
j.    Catat respons yang terjadi.
k.   Cuci tangan.
2.   Clapping
a.   Cuci tangan.
b.   Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan.
c.   Atur posisi pasien sesuai dengan kondisinya.
d.   Lakukan Clapping dengan cara kedua tangan perawat menepuk punggung pasien secara bergantian hingga ada rangsangan batuk.
e.   Bila pasien sudah batuk, berhenti sebentar dan ajukarkan untuk menampung sputum pada pot sputum.
f.    Lakukan hingga lendir bersih.
g.   Catat respons yang terjadi.
h.   Cuci tangan
3.   Vibrating
a.   Cuci tangan.
b.   Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan.
c.   Atur posisi pasien sesuai dengan kondisinya.
d.   Lakukan vibrating dengan menganjurkan pasien menarik napas dalam dan meminta pasien untuk mengeluarkan napas perlahan-lahan. Untuk itu, letakkan kedua tangan diatas bagian samping depan dari cekungan iga dan getarkan secara perlahan-lahan. Hal tersebut dilakukan secara berkali-kali hingga pasien ingin batuk dan mengeluarkan sputum.
e.   Bila pasien sudah batuk, berhenti sebentar dan anjurkan untuk menampung sputum pada pot sputum.
f.    Lakukan hingga lendi bersih.
g.   Catat respons yang terjadi.
h.   Cuci tangan.

2.   Pengisapan lendir
Pengisapan lendir (suction) merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir secara sendiri. Tindakan tersebut dilakukan untuk membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigenasi.
Persiapan Alat dan Bahan
a.    Alat pengisap lendir dengan botol yang berisi larutan disinfektan.
b.    Kateter pengisap lendir.
c.    Pinset steril.
d.    Sarung tangan steril.
e.    Dua kom berisi larutan akuades atau NaCl 0,9% dan larutan disinfektan.
f.     Kasa steril.
g.    Kertas tissue.
Prosedur kerja
a.    Cuci tangan.
b.    Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan.
c.    Atur pasien dalam posisi telantang dan kepala miring kearah pesawat.
d.    Gunakan sarung tangan.
e.    Hubungkan kateter pengisap dengan slang pengisap.
f.     Hidupkan mesin penghisap.
g.    Lakukan pengisapan lendir dengan memasukkan kateter pengisap ke dalam kom berisi akuades atau NaCl 0,9% untuk mencegah trauma mukosa.
h.    Masukkan kateter pengisap dalam keadaan tidak mengisap.
i.      Tarik lendir dengan memutar kateter pengisap sekitar 3-5 detik.
j.      Bilas kateter dengan akuades atau NaCl 0,9%.
k.    Lakukan hingga lendir bersih.
l.      Catat respons yang terjadi.
m.   Cuci tangan.

1.   Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen secara umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam hal sebagai berikut.
1.   Mempertahankan jalan napas secara efektif yang ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk bernapas, jalan napas bersih, tidak ada sumbatan, frekuensi, irama, dan kedalaman napas normal, serta tidak ditemukan adanya tanda hipoksia.
2.   Mempertahankan pola napas secara efektif yang ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk bernapas, frekuensi, irama, dan kedalaman napas normal, tidak ditemukan adanya tanda hipoksia, serta kemampuan paru berkembang dengan baik.
3.   Mempertahankan pertukaran gas secara efektif yang ditujukan dengan adanya kemampuan untuk bernapas, tidak ditemukan dispnea pada usaha napas, inspirasi dan ekspirasi dalam batas normal, serta saturasi oksigen dan pCO2 dalam keadaan normal.
4.   Meningkatkan perfusi jaringan yang ditunjukkan dengan adanya kemampuan pengisian kapiler, frekuensi, irama, kekuatan nadi dalam batas normal, dan status hidrasi normal.

BAB III
PENUTUP
3.1.  Kesimpulan
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh.
Sistem pernapasan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi sistem terdiri atas saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah dan paru-paru. Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas tiga tahapan, yaitu ventilasi, difusi, dan tansportasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah Saraf otonom, Hormonal dan Obat, Alergi pada saluran napas, Faktor perkembangan, Faktor lingkungan, Faktor perilaku. Adapun Gangguan atau masalah kebutuhan oksigenasi adalah Hipoksia, Perubahan pola pernapasan, Obstruksi jalan napas,Pertukaran gas
Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Oksigenasi sebagai beikut Pengkajian Keperawatan (Riwayat Keperawatan, Pengkajian fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi,Auskultasi), Pemeriksaan Laboratorium, Pemeriksaan diagnosik (Rontgen Dada, Fluoroskopi, Bronkografi, Angiografi, Endoskopi, Radio Isotop, Mediastinoskopi)). Diagnosis keperawatan yang kemungkinan terjadi pada masalah kebutuhan oksigenasi, sebagaimana dalam NANDA-Internasional 2012-2014. Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan (Latihan napas, Latihan batuk efektif, Pemberian Oksigen, Fisioterapi dada, Pengisapan lendir) serta Evaluasi Keperawatan.

3.2. Saran
Semoga dengan pembuatan makalah ini, pembaca dapat mengetahui bahwa Salah satu Kebutuhan Dasar Manusia adalah Oksigenasi dimana sangat penting dalam kelangsungan hidup dan akan sangat berdampak jika pemenuhannya terganggu dan tidak langsung ditangani. Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa, dalam pembuatan, makalah masih terdapat banyak kesalahan kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengkonsepan materi. Untuk itu, panulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca dapat memahami infomasi yang penulis sampaikan.




DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) Konsep, Proses, dan Praktik Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arief Bachtiar, N. H. (2015). Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen Pada Pasien Gangguan Sistem Pernafasan . Jurnal Keperawatan Terapan Volume 1, Nomor 2, 48-52. Diakses di http://jurnal.poltekkes-malang.ac.id/berkas/d96f-48-52.pdf Pada tanggal 22 Mei 2017
Bambang Pujo Semedi, H. (2012). Pemantauan Oksigenasi . Volume 2 Nomor 2, 85-93. Diakses di http://perdici.org/wp-ontent/uploads/mkti/2012-02-02/mkti2012-0202-085093.pdf Pada tanggal 22 Mei 2017
Febriyanti W.Takatelide, Lucky T.Kumaat, Reginus.T Malara. (2017). Pengaruh Terapi Oksigen Nasal Prong Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pasien Cedera Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof.DR. R.D. Kandou Manado. Diakses di https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/14739/14308 Pada tanggal 24 Mei 2017
Herman. (2010). Pengaruh Latihan Terhadap Fungsi Otot Dan Pernapasan. Volume 1 Nomor 2 , 27-32. Diakses di http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/7/universitas%20negeri%20makassar-digilib-unm-herman-321-1-4.herman.pdf Pada tanggal 31 Mei 2017
Hidayat, A. A. (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Mappanyukki, A. A. (2011). Komsumsi Oksigen Dalam Latihan. Jurnal ILARA, Volume 1, Nomor 1, 1-9. Diakses di http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/7/universitas%20negeri%20makassar-digilib-unm-andiatssam-332-1-1.accan-k.pdf Pada tanggal 1 Juni 2017
Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku ajar kebutuhan dasar manusia : Teori & Aplikasi dalam praktek. Jakarta: EGC
Musrifatul Uliyah, A. A. (2015). Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Priyanto, D. I. (2011). Peningkatan Fungsi Ventilasi Oksigenasi Paru Klien Pasca Ventilasi Mekanik dengan Deep Breathing Exercise (DBE). Jurnal Keperawatan Indonesia Volume 14, Nomor 1, 23-30. Diakses di http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/53/53 Pada tanggal 25 Mei 2017
Tarwanto, Wartonah. 2006. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan edisi 3. Salemba:Medika. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Keperawatan Hyperemis Gravidarum

BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu proses dari kehidupan seorang wanita, proses ini akan menyebabkan te...